Winarno, SPd, MSi*
ABSTRAK
Salah satu visi bangsa adalah terwujudnya manusia Indonesia yang berakhlak mulia. Berkait
dengan hal tersebut maka pendidikan memiliki kedudukan penting dalam upaya pencapaian visi
tersebut. Pendidikan budi pekerti atau pendidikan nilai memiliki peran penting bagi tercapainya
visi di atas. Disamping itu terjadinya krisis atau kemorosotan moral pada diri bangsa di era
sekarang makin menunjukkan betapa urgennya pendidikan budi pekerti. Paparan ini
menggambarkan konteks pentingnya pendidikan budi pekerti di Indonesia , deskripsi mengenai
pendidikan budi pekerti serta pendidikan budi pekerti di masa depan sebagaimana tertuang dalam
kurikulum 2004.
Kata kunci; budi pekerti, pendidikan budi pekerti
* Dosen pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret
A. PENDAHULUAN
Pada peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) tahun lalu, presiden
Megawati menyatakan bahwa persoalan pokok yang dihadapi dalam sistem
pendidikan nasional saat ini dan di masa yang akan datang adalah memperkokoh
pendidikan watak dan budi pekerti melalui proses pengajaran, pengasuhan dan
pemberian bimbingan kepada peserta didik. (Kompas, 3 Mei 2003). Pendidikan
watak dan budi pekerti merupakan elemen dasar yang sangat penting dalam
pembangunan karakter bangsa.
Sejalan dengan pernyataan di atas, persoalan besar yang melingkupi
kehidupan berbangsa dan bernegara di era reformasi ini adalah keterpurukan
moral pada sebagian besar warga bangsa maupun penyelenggara negara itu
sendiri. Contoh sederhana saja, betapa sulitnya bangsa ini menghapus korupsi,
kolusi dan nepotisme (KKN). Begitu sulitnya mewujudkan rasa tenggang rasa
antar sesama. Mengapa setiap perselisihan harus diselesaikan melalui jalan
kekerasan, apakah itu saudara sekandung atau saudara sebangsa.
Di lingkungan masyarakat luas kita menyaksikan peristiwa perendahan
martabat manusia, tawuran antar rekan pelajar, pemuda mengejek pemudi yang
sedang lewat, tindak kekerasan oleh preman, oknum penguasa, korupsi di depan
umum. Jalan-jalan haram terus bertambah dalam proses memperkaya diri dan
2
golongan, mulai dari “salam tempel” di jalan raya, kantor lurah, camat, bupati,
dan tempat-tempat pelayanan kemasyarakatan. Tak sedikit gubernur, wali kota,
bupati, dan pejabat lain yang acapkali “diperas” wartawan, LSM, dan bahkan
anggota DPR(D) yang bercita-cita memperjuangkan nasib rakyat. Sebaliknya, ada
juga dari sejumlah oknum pejabat yang main sogok dalam proses merebut
kedudukan dalam pemerintahan.
Gambaran di atas cukup menunjukkan bahwa bangsa Indonesia saat ini
memang tengah dilanda dekadensi moral yang luar biasa. Hal demikian telah
dinyatakan sebagai kondisi buruk bangsa Indonesia pasca Orde Baru menurut
ketetapan MPR Nomor X/MPR/1998 Tentang Pokok-Pokok Reformasi
Pembangunan Dalam Rangka Penyelamatan Dan Normalisasi Kehidupan
Nasional Sebagai Haluan Negara. Jati diri bangsa yang disiplin, jujur, beretos
kerja tinggi serta berakhlak mulia belum dapat diwujudkan bahkan cenderung
menurun. Aksi-aksi brutal oleh sebagian warga masyarakat berupa penjarahan
dan perampokan serta perilaku dan tindakan yang tidak terpuji lainnya yang
melanggar hukum serta agama yang terjadi akhir akhir ini sungguh-sungguh
bertentangan dengan akhlak mulia dan budi pekerti luhur yang bersumber dari
norma-norma dan ajaran agama serta nilai-nilai budaya bangsa.
Pada titik demikian, orang kemudian berpaling pada pendidikan. Pendidikan
nasional dianggap telah gagal dalam menyemai moral serta karakter baik bagi
warga negara. Di bidang pendidikan masalah yang dihadapi adalah
berlangsungnya pendidikan yang kurang bermakna bagi pengembangan pribadi
dan watak peserta didik, yang berakibat hilangnya kepribadian dan kesadaran
akan makna hakiki kehidupan. Mata pelajaran yang berorientasi akhlak dan
moralitas serta pendidikan agama kurang diberikan dalam bentuk latihan-latihan
pengamalan untuk menjadi corak kehidupan sehari-hari (GBHN 1999-2004).
Akhirnya pendidikan budi pekerti, pendidikan watak, pendidikan karakter,
pendidikan nilai atau entah apa namanya menjadi begitu penting dalam situasi
demikian. Namun anehnya, pendidikan budi pekerti sepertinya tidak penting di
tengah –tengah pendidikan eksak , akademik atau pendidikan profesi. Dalam
dunia global sekarang ini pendidikan untuk kepentingan dunia kerja itulah yang
3
dianggap penting. Pendidikan budi pekerti hanyalah pelengkap yang secukupnya
saja diberikan pada perserta didik.
Oleh karena itu menjadi penting untuk diketahui bagaimana pendidikan budi
pekerti di Indonesia untuk masa depan. Akankah pendidikan budi pekerti
dianggap sekedar melengkapi saja pada sistem pendidikan nasional kita?
B. PENDIDIKAN BUDI PEKERTI
Pendidikan budi pekerti memiliki esensi dan makna yang sama dengan
pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi
anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara
yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan
warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah
nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan
bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari Pendidikan Budi Pekerti dalam konteks
pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur
yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina
kepribadian generasi muda.
Menjadi bangsa yang berakhlak mulia, berkarakter baik dan berbudi pekerti
luhur merupakan tujuan daripada bangsa Indonesia . Pada GBHN 1999-2004
disebutkan bahwa visi dari bangsa Indonesia adalah terwujudnya masyarakat
Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan
sejahtera, dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh
manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertakwa, berakhlak mulia,
cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan menguasai ilmu pengetahuan
dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi serta berdisiplin. Salah satu misi
bangsa Indonesia adalah peningkatan pengamalan ajaran agama dalam kehidupan
sehari-hari untuk mewujudkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa dalam kehidupan dan mantapnya persaudaraan umat beragama
yang berakhlak mulia, toleran, rukun dan damai.
Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut maka faktor pendidikan menjadi
penting. Arah pembangunan pendidikan di masa depan depan ialah mewujudkan
4
sistem dan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan bermutu guna
memperteguh akhlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas,
sehat, berdisiplin dan bertanggungjawab, berketrampilan serta menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam rangka mengembangkan kualitas manusia
Indonesia.
Dalam Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional disebutkan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Mengacu pada aturan-aturan dasar tersebut, secara formal upaya-upaya
menyiapkan pendidikan, kondisi, sarana/prasarana, kegiatan, , dan kurikulum
yang mengarah kepada pembentukan akhlak dan budi pekerti generasi muda
bangsa memiliki landasan hukum yang kuat. Namun, sinyal tersebut baru disadari
ketika terjadi krisis akhlak yang menerpa semua lapisan masyarakat. Krisis akhlak
tersebut bukan hanya terjadi pada orang tua, orang dewasa, melainkan juga pada
anak-anak usia sekolah bahkan pada para penyelenggara negara .
Pentingnya nilai akhlak, moral serta budi luhur bagi semua warga bangsa
kiranya tidak perlu diingkari. Negara atau suatu bangsa bisa runtuh karena pejabat
dan sebagian rakyatnya berperilaku tidak bermoral. Perilaku amoral akan
memunculkan kerusuhan, keonaran, penyimpangan dan lain-lain yang
menyebabkan kehancuran suatu bangsa. Mereka tidak memiliki pegangan dalam
menegara dan memasyarakat dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. Oleh
karena itu, nilai perlu diajarkan agar generasi sekarang dan yang akan datang
mampu berperilaku sesuai dengan moral yang diharapkan.
Hal tentang pentingnya pendidikan nilai moral baru disadari ketika sinyal
kehancuran moral mulai tampak seperti para era reformasi ini. Tetapi ironis
memang dunia pendidikan kita telah memberikan porsi yang sangat besar untuk
pengetahuan, tetapi melupakan pengembangan sikap/nilai dan perilaku dalam
5
pembelajarannya. Dunia pendidikan sangat meremehkan mata-mata pelajaran
yang berkaitan dengan pembentukan karakter bangsa. Pelajaran-pelajaran yang
mengembangkan karakter bangsa seperti Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKN), Pendidikan Agama, dan Ilmu Pengetahuan Sosial
dianggap remeh dan mudah saja untuk dididikkan.
Berlatar dari adanya gejala dekadensi moral akhir-akhir ini maka banyak
pihak mulai memikirkan lagi tentang perlunya pendidikan nilai moral, pendidikan
watak atau pendidikan budi pekerti diajarkan di sekolah-sekolah. Namun mereka
terpecah dalam tiga pendapat (Maman Rachman, 2003). Ketiga pendapat tersebut
adalah pendapat pertama, bahwa pendidikan budi pekerti diberikan berdiri sendiri
sebagai suatu mata pelajaran. Pendapat kedua, pendidikan budi pekerti diberikan
secara terintegrasi dalam mata pelajaran civics/PPKn, pendidikan agama, dan
mata pelajaran lain yang relevan. Pendapat ketiga, pendidikan budi pekerti
terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran.
C. STRATEGI PENDIDIKAN BUDI PEKERTI
Berkaca pada sejarah pendidikan di Indonesia maka pendidikan budi pekerti
pernah diberikan dalam bentuk mata pelajaran tersendiri. Selanjutnya pendidikan
budi pekerti diintegrasikan kedalam pelajaran civics, dan agama. Khusus
mengenai pelajaran civic atau kewarganegaraan ini mengalami beberapa kali
perubahan. Pada tahun 1957 mulai diperkenalkan mata pelajaran
Kewarganegaraan . Tahun 1961 Kewarganegaraan berganti nama menjadi Civics
dan berubah lagi pada tahun 1968 menjadi Pendidikan Kewargaan Negara (PKN).
Pada kurikulum 1975 dimulai babak baru pendidikan civic di Indonesia dengan
memakai nama Pendidikan Moral Pancasila. Mata pelajaran ini dikandung
maksud sebagai penanaman nilai nilai luhur Pancasila pada generasi muda. Nama
pelajaran ini tetap dipertahankan pada kurikulum 1984.
Tahun 1994 , pendidikan civic berubah lagi menjadi Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan (PPKn). PPKn 1994 sebagai penggabungan bahan kajian
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang tampil dalam bentuk pengajaran
konsep nilai yang disaripatikan dari Pancasila dan P4. Pada buku-buku pelajaran
6
PPKn persekolahan kita melihat adanya integrasi budi pekerti pada pelajaran
tersebut.
Dari paparan di atas sebenarnya upaya melakukan pendidikan budi pekerti
di Indonesia telah dilakukan yaitu dalam bentuk pengintegrasian pendidikan
tersebut ke dalam mata pelajaran yang relevan seperti agama, dan PPKn. Namun
dengan fenomena krisis moral seperti sekarang ini, pendidikan yang
bernuansakan budi pekerti seperti agama dan PPKn tersebut dianggap telah gagal
menjalankan misinya. Kegagalan ini disebabkan oleh karena beberapa hal,
pertama, pelajaran-pelajaran yang mengembangkan karakter bangsa seperti
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN), Pendidikan Agama, Ilmu
Pengetahuan Sosial dalam pelaksanaan pembelajarannya lebih banyak
menekankan pada aspek kognitif daripada aspek afektif dan psikomotor. Kedua ,
penilaian dalam mata-mata pelajaran yang berkaitan dengan pendidikan nilai
belum secara total mengukur sosok utuh pribadi siswa. (Maman Rachman, 2001).
Senada dengan pendapat di atas, Azyumardi Azra menyebut bahwa PPKn
telah gagal dalam mensosialisasikan nilai- nilai demokrasi karena tiga hal
(Kompas, 18 Oktober 2001). Pertama secara substantif PPKn tidak secara
terencana dan terarah mencakup materi dan pembahasan yang lebih terfokus pada
pendidikan demokrasi dan kewarganegaraan. Tidak heran kalau materi-materi
yang ada umumnya terpusat pada pembahasan yang bersifat idealistik, legalistik,
dan normatif. Kedua meskipun materinya potensial untuk pendidikan demokrasi
dan kewarganegaraan, tetapi tidak bisa berkembang karena pendekatan dalam
pembelajarannya bersifat indoktrinatif, regimentatif (bersifat kekuasaan),
monologis, dan tidak partisipatif. Ketiga, substansi pelajaran itu lebih teoritis.
Tidak heran kalau terdapat kesenjangan yang jelas antara teoritis dan wacana yang
dibahas dengan realitas sosial politik yang ada.
Mengawali munculnya kurikulum 2004 Standar Kompetensi sebagai
pengganti kurikulum 1994, nampaknya pendidikan budi pekerti tetap ditempatkan
sebagai pendidikan yang terintegrasi bukan merupakan mata pelajaran tersendiri.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum , Departemen Pendidikan
Nasional pada tahun 2001 telah mengeluarkan naskah Kurikulum Berbasis
Kompetensi untuk mata pelajaran Budi Pekerti di tingkat Sekolah Dasar.
7
Pengertian pendidikan budi pekerti dapat ditinjau secara konsepsional dan
secara operasional. Secara konsepsional pendidikan budi pekerti mencakup halhal
sebagai berikut:
a. Usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik menjadi manusia seutuhnya yang
berbudi pekerti luhur dalam segenap peranannya sekarang dan masa yang akan
datang.
b. Upaya pembentukan, pengembangan, peningkatan, pemeliharaan dan
perbaikan perilaku peserta didik agar mereka mau dan mampu melaksanakan
tugas-tugas hidupnya secara selaras, serasi, seimbang (lahir batin, material
spiritual dan individual sosial).
c. Upaya pendidikan untuk membentuk peserta didik menjadi pribadi seutuhnya
yang berbudi pekerti luhur melalui kegiatan bimbingan, pembiasaan,
pengajaran dan latihan, serta keteladanan.
Pendidikan budi pekerti secara operasional adalah upaya untuk membekali
peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan selama
pertumbuhan dan perkembangan dirinya sebagai bekal bagi masa depannya, agar
memiliki hati nurani yang bersih, berperangai baik, serta menjaga kesusilaan
dalam melaksanakan kewajiban terhadap Tuhan dan terhadap sesama makhluk,
sehingga terbentuk pribadi seutuhnya yang tercermin pada perilaku berupa
ucapan, perbuatan, sikap, pikiran, perasaan, kerja dan hasil karya berdasarkan
nilai-nilai agama serta norma dan moral luhur bangsa.
Budi pekerti berisi nilai-nilai perilaku manusia yang akan diukur menurut
kebaikan dan keburukannya melalui ukuran norma agama, norma hukum, tata
krama dan sopan santun, norma budaya/adat istiadat masyarakat. Budi pekerti
akan mengidentifikasi perilaku positif yang diharapkan dapat terwujud dalam
perbuatan, perkataan, pikiran, sikap, perasaan, dan kepribadian peserta didik
Strategi yang dilakukan dari Kurikulum ini adalah pengintegrasian
pendidikan budi pekerti. Pendidikan Budi Pekerti terintegrasi dalam seluruh mata
pelajaran terutama dalam pada mata pelajaran Agama dan Pendidikan
Kewarganegaraan. Pendidikan budi pekerti makin diperjelas wujudnya yaitu
dengan:
8
1. Penerapan pendidikan budi pekerti bukan hanya pada ranah kognitif saja,
melainkan harus berdampak positif terhadap ranah afektif yang berupa sikap
dan perilaku peserta didik dalam kehidupan sehari-hari;
2. Penerapan pengintegrasian budi pekerti dilakukan melalui keteladanan,
pembiasaan, pengkondisian lingkungan dan kegiatan-kegiatan spontan serta
kegiatan terprogram;
3. Pengembangan nilai-nilai budi pekerti sesuai dengan kondisi peserta didik dan
perkembangan masyarakat (diversifikasi).
Penerapan pendidikan budi pekerti dapat dilakukan dengan berbagai strategi
pengintegrasian. Strategi yang dapat dilakukan adalah:
1. Pengintegrasian dalam kegiatan sehari-hari.
Pelaksanaan kegiatan tersebut dapat dilakukan melalui:
a. Keteladanan/contoh
Kegiatan pemberian contoh/teladan yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh
pengawas, kepala sekolah, staf administrasi di sekolah yang dapat dijadikan
model bagi peserta didik.
b. Kegiatan spontan
Kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilaksanakan secara spontan pada saat
itu juga. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada saat guru mengetahui
sikap/tingkah laku peserta didik yang kurang baik, seperti meminta sesuatu
dengan berteriak, mencoret dinding.
c. Teguran
Guru perlu menegur peserta didik yang melakukan perilaku buruk dan
mengingatkannya agar mengamalkan nilai-nilai yang baik sehingga guru
dapat membantu mengubah tingkah laku mereka.
d. Pengkondisian lingkungan
Suasana sekolah dikondisikan sedemikian rupa dengan penyediaan sarana
fisik. Contoh penyediaan tempat sampah, jam dinding, slogan-slogan
mengenai budi pekerti yang mudah dibaca oleh peserta didik, aturan/tata
tertib sekolah yang ditempelkan pada tempat yang strategis sehingga setiap
peserta didik mudah membacanya.
e. Kegiatan rutin
9
Kegiatan rutinitas merupakan kegiatan yang dilakukan peserta didik secara
terus menerus dan konsisten setiap saat. Contoh kegiatan ini adalah berbaris
masuk ruang kelas, berdoa sebelum dan sesudah kegiatan, mengucapkan
salam bila bertemu dengan orang lain, membersihkan kelas/belajar.
2. Pengintegrasian dalam kegiatan yang diprogramkan
Kegiatan ini merupakan kegiatan yang jika akan dilaksanakan terlebih
dahulu dibuat perencanaannya atau diprogramkan oleh guru. Hal ini
dilakukan jika guru menganggap perlu memberikan pemahaman atau prinsipprinsip
moral yang diperlukan.
Contoh:
Budi Pekerti Contoh Pengintegrasian
Taat kepada ajaran agama •Diintegrasikan pada kegiatan peringatan hari-hari besar
keagamaan
Toleransi •Diintegrasikan pada saat kegiatan yang menggunakan
metode tanya jawab, diskusi kelompok
Disiplin •Diintegrasikan pada saat kegiatan olah-raga, upacara
bendera, dan menyelesaikan tugas yang diberikan guru
Tanggung jawab •Diintegrasikan pada saat tugas piket kebersihan kelas
dan dalam menyelesaikan tugas yang diberikan guru
Kasih sayang •Diintegrasikan pada saat melakukan kegiatan sosial dan
kegiatan melestarikan lingkungan
Gotong royong •Diintegrasikan pada saat kegiatan bercerita/dis-kusi
tentang gotong royong, menyelesaikan tugas-tugas
keterampilan
Kesetiakawanan •Diintegrasikan pada saat kegiatan bercerita/dis-kusi
misalnya mengenai kegiatan koperasi, pemberian
sumbangan
Hormat-menghormati •Diintegrasikan pada saat menyanyikan lagu-lagu
tentang hormat menghormati, saat kegiatan bermain
drama.
Sopan santun •Diintegrasikan pada kegiatan bermain drama, berlatih
membuat surat.
Jujur •Diintegrasikan pada saat melakukan percobaan,
menghitung, bermain, bertanding.
D. PENUTUP
Terwujudnya manusia Indonesia yang bermoral, berkarakter , berakhlak
mulia dan berbudi pekerti luhur merupakan tujuan dari pembangunan manusia
Indonesia yang selanjutnya diimplementasikan kedalam tujuan pendidikan
10
nasional. Pada tataran demikian maka pendidikan yang berorientasikan pada nilai
moral, ahklah dan budi pekerti menjadi penting dan sebagai bagian tidak
terpisahkan dari sistem pendidikan di Indonesia. Disamping itu adanya gejalagejal
dekadensi moral di kalangan warga dan penyelenggara negara semakin
menguatkan akan pentingnya pendidikan nilai moral atau budi pekerti .
Namun ironis memang dalam implementasi di lapangan bahwa pendidikan
budi pekerti kurang mendapat perhatian dari para pelaku pendidikan itu sendiri.
Sebagian meremehkan akan keberadaan mata pelajaran-mata pelajaran yang
bermisikan pendidikan budi pekerti. Bahkan pelajaran agama dan PPKn dianggap
telah gagal dalam menjalankan misinya ketika dekadensi moral bangsa akhirakhir
ini menggejala. Semua seakan dibebankan saja pada pangajar pada kedua
bidang itu.
Budi pekerti bukan milik para guru agama atau PPKn saja namun
hendaknya disadari sebagai kepentingan bersama segenap warga bangsa. Adalah
menjadi tanggung jawab bersama untuk membina budi pekerti generasi muda.
Oleh karena itu pendidikan budi pekerti dalam pembelajarannya perlu
diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran. Kiranya sudah tepat strategi yang
dipakai dalam Kurikulum 2004 yaitu pengintegrasian pendidikan budi pekerti.
Kurikulum ini nantinya mulai berlaku pada bulan Juli 2004 pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah.
Menjadi harapan kita bahwa budi pekerti membudaya di kalangan pendidik
yang tidak terbatas di sekolah tetapi di semua lingkungan pendidikan.
Selanjutnya mampu membawakan pendidikan budi pekerti ini didalam
implementasi pembelajaran dan kegiatan .
DAFTAR PUSTAKA :
Aziz Toyibin &,Kosasih Djahiri. 1997. Pendidikan Pancasila. Jakarta : Rineka Cipta
Azyumardi Azra. 2001 Pendidikan Pancasila dan Kewiraan Gagal Sosialisasikan
Demokrasi www.Kompas.com
Garis Besar Haluan Negara 1999-2004. www.mpr.go.id
11
Ketetapan MPR tahun 1998. www.mpr.go.id
Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Budi Pekerti untuk kelas I-VI.
Buram ke-6 Juli 2001. Jakarta: Puskur www.puskur.or.id
Kosasih Djahiri & Aziz. Wahab 1996. Dasar Konsep Pendidikan Moral. Dikti.
Depdikbud. Proyek Pendidikan Tenaga Akademik : Jakarta
Maman Rachman. 2003. Implementasi Pendidikan Budi Pekerti dalam Keterpaduan
Pembelajaran. Makalah tidak diterbitkan www.diknas.go.id
Maman Rachman. 2001. Reposisi, Re-Evaluasi dan Redefinisi Pendidikan Nilai.
Makalah tidak diterbitkan. www.diknas.go.id
Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
www.ri.go.id
Winarno. 2000. Dasar Konsep Pendidikan Moral. Surakarta : Laboratorium PP-Kn
FKIP UNS